Tepat setahun yang lalu
saya bergabung menjadi salah satu staf pengajar di LBB SSC (Lembaga Bimbingan
Belajar Sony Sugema College) di Bandung. Dan masih saya ingat dengan jelas, di
hari itu pula saya menulis tweet di akun twitter saya yang bunyinya “dimulai di hari guru”. Setahun berselang, saat ini saya sudah pulang
ke Belitung dan tidak lagi mengajar di sana. Tepat pagi ini pula saya kembali bertemu
dengan 25 November dan alhamdulillah masih belum mendustai almamater saya
dengan masih menjadi seorang guru ^_^ ...... bukan bermaksud gagal move on
dengan mengingat hal yang telah berlalu, tetapi saya yakin ada banyak orang
lain yang merasakan posisi yang sama seperti saya. Dulu, ketika SMP tatkala
buku diary masih menjadi trend maka mengisi biodata di buku milik teman sebaya
sangatlah lumrah terjadi. Salah satu bagian dari biodata adalah cita-cita. Kebanyakan
remaja termasuk juga saya selalu mencantumkan ‘dokter’ atau ‘pramugari’ sebagai
cita-cita, kalaupun harus menulis ‘guru’ itu adalah pilihan kesekian. Tetapi apa
yang terjadi saat ini? Saya menjadi
seorang ‘guru’. Jadi percayalah, keterkaitan biodata ketika SMP tidak selalu
berbanding lurus dengan masa depan kita.
Sebagai salah satu
lulusan fakultas keguruan, saya pun pada awalnya punya pikiran untuk mendustai
almamater saya dengan meninggalkan dan menanggalkan segala ilmu yang telah saya
dapat selama kuliah. Saya hanya akan menjadikan gelar yang saya dapatkan di
bangku kuliah sebagai alat, alat untuk mencari pekerjaan di bidang lain yang
tidak relevan dengan dunia kependidikan. Sebetulnya ada faktor yang menjadi
pemicunya, dari masalah ikut-ikutan teman sampai masalah-masalah yang sangat
pribadi. Dalam hal ini saya belajar ‘mencintai keadaan’ seperti apapun keadaan
yang harus saya jalani.
Ketika pertama kali
mengajar pada saat PPL jangan tanya lagi suka dukanya. Porsi antara keduanya
selalu hadir silih berganti kala itu. Saya lebih memilih PPL di SMP, tepatnya
di SMP Kartika XIX-2 Bandung. Inilah penampakannya.
Lalu inilah ibu guru yang kala itu masih berstatus
mahasiswa di antara para muridnya.
Dulu, ketika masih
kuliah ada salah seorang dosen yang pernah mengatakan bahwa menjadi guru itu
sulit dibandingkan profesi lainnya karena guru merancang benda hidup bukan
benda mati. Agaknya ketika kini sudah merasakan sensasi yang sesungguhnya saya
setuju dengan pernyataan tersebut. Terlebih ketika melihat para guru wanita
yang sudah berkeluarga di tempat saya mengajar saat ini, mereka harus ‘cerdas
dan tangkas’ tidak hanya membagi waktu antara keluarga dan siswa tetapi juga ‘menyamaratakan
kasih sayang’ karena sejatinya siswa bagi seorang guru adalah anak dan guru
adalah orang tua kedua bagi siswa.
Oh yah.... setelah foto
PPL di atas, saya akan memposting foto saya bersama siswa-siswa saya saat ini. Saat
ini saya memang bergabung dengan almamater SMA, saya ‘berbagi ilmu dan
pengalaman’ dengan siswa-siswa di SMA N 1 Gantung.
Terlihat jelas bedanya
antara foto ketika PPL dengan foto saat ini. Terlihat jelas bedanya di bawah
tekanan guru pamong dan tidak hehehe........
Akhirnya, tentu saja
saya tidak akan bisa menjadi seorang guru seperti saat ini tanpa bimbingan
seorang guru pertama di kehidupan ini yaitu ibu. Tentu saja saya, anda, kita
semua tidak akan bisa mengecap sari pati kehidupan ini tanpa dua guru terhebat
kita yaitu kedua orang tua. Dan tentu saja terima kasih tak terhingga kepada
semua guru kita sejak SD hingga SMA dulu.
Terima kasih Bu, Pak......
Sebelum mengawali pagi
ini mari bertanya kepada hati kecil ini, sudah siapkah mengabdi dengan penuh
kesungguhan???